Oleh: Fitri Nur Hidayati
Setelah
sepanjang tahun menempuh perjuangan, disertai usaha keras dan doa demi keberhasilan
tahap akhir masa SMA, Fatih akhirnya dapat lulus dalam Ujian Akhir Nasional dengan
nilai yang cukup memuaskan. Tapi itu belum cukup untuk membuatnya tenang. Masih
ada dua ujian lagi yang masih membuatnya harap-harap cemas. Di satu sisi,
menunggu hasil SNMPTN yang ia ikuti membuatnya senantiasa spot jantung,
mengingat persaingan di fakultas kedokteran tidaklah main-main. Di sisi lain,
ambisinya untuk menjadi polisi pun sangat tinggi karena itu cita-citanya sejak
kecil. Apalagi keinginan masa kecil itu kurang disetujui kedua orang tuanya.
Kesibukan dan konsentrasi dalam menghadapi
ketiga ujian itu membuatnya menahan diri untuk beberapa bulan tak berkunjung ke
rumahku. Selama dia tidak muncul di hadapanku, memang terasa ada yang hilang. Tugas-tugas
sekolah akhir semester yang berjibun semakin membuat pikiranku bagaikan benang
kusut. Agaknya Tuhan menunjukkan belas kasih-Nya kepadaku. Di tengah kekusutan
hatiku, tiba-tiba Fatih dengan senyum menawannya muncul di hadapanku bertepatan
dengan terangnya sang bulan pada malam Minggu.
***
“ Dalam
hidup, kita ditakdirkan untuk menghadapi begitu banyak persoalan dalam
kehidupan. Salah satunya adalah perpisahan. Aku dan kamu tidak bisa mengelak
atas adanya perpisahan. Tentu aku boleh marah sesuka hatiku, bukan? Tetapi aku
pun akan selalu ingat sekarang, bahwa saat ini bukanlah lagi saatnya untuk
memilih atau dipilih, Cipluk.” Sebutan sayangku padanya. ” Mengertilah,
perpisahan ini adalah suatu keharusan, dan salah satu dari bagian konsekuensi
kehidupan.” Itulah di antara kata-kata yang dia lontarkan setelah menyampaikan
bahwa keberhasilannya lolos SNMPTN. Itu berarti dia bakal tinggal di Surabaya
dan meninggalkan kota Mojosari.
Tiba-tiba dia menatapku dengan penuh
pertanyaan. Tatapan wajahnya langsung terlihat sedih dan kecewa. Aku menangkap sekejap
kesedihan di mata itu. Sebuah rasa yang sebenarnya juga sama dengan apa yang
aku rasakan dalam hatiku. Aku berusaha membuang muka, tidak menatap ke matanya
yang saat itu memancarkan kepedihan. Tapi tebak apa yang kulakukan? Aku malah
menjauhkan tatapan itu dari mukaku dan berkata “ Kenapa kau seperti itu ? bukan
kah ini jalan yang terbaik bagi kita?.” Dia menjawab “kenapa kamu sama sekali
tidak merasa keberatan atau pun sedih di saat aku mau meninggalkanmu, apa kamu
sudah tidak sayang sama aku? Apa kau malah senang jika aku tinggalkanmu?”
Dengan nada yang tinggi dia lontarkan kata-kata itu untukku.
Tanpa berpikir panjang akupun langsung
merespon apa yang telah dia katakan padaku “Bukan seperti itu maksudku cipluk,
aku mencintaimu, aku sayang sama kamu, bahkan aku juga tidak mau pisah
denganmu. Tapi ini memang keharusan yang harus kita jalani dan kita tempuh.
Jika kau tak melakukan ini bagaimana masa depan kamu dan aku nanti? jika kau
tidak tinggalkan aku dan hanya diam di sini menemaniku malah tidak menjadi
lebih baik, justru malah membuat kita menjadi lebih buruk.” Setelah aku berkata
seperti itu kelihatannya dia mulai sadar bahwa ini memang jalan terbaik untuk kita.
Ia tak mampu mengungkapkan kata-kata lagi saat itu.
“Aku tahu, yang kita rasa itu sama,
kita sama-sama tidak ingin terpisah. Iya bukan?” Dia hanya terdiam dengan raut
wajah takut akan aku tinggalkan. “aku takut prut, aku takut.” Akupun menjawab
“kenapa kau harus takut, kau tidak berbuat kesalahan, seharusnya kamu bangga
dong sudah bisa menembus Perguruan Tinggi Negeri dengan melaui jalur undangan.
Banyak anak yang dilaur sana yamg ingin mempunyai nasib sepertimu. Apa kamu kurang bersyukur atas pemberian Allah
melaui jalan ini? Hidup di dunia ini tak selamanya berjalan lurus seperti yang
kamu bayangkan, mungkin dengan kamu tidak di terima di Kepolisian kamu bisa
menemukan sesuatu yang lebih baik dari pada kamu di terima jadi polisi. Ambil
saja hikmah semua ini pluk.” Aku yang selalu berusha mengeluarkan kata tutur
kepadanya.
Tak lama kemudian dia menatap ke bawah
dan mengambil sebuah aqua gelas kecil yang ada di depannya dan mulai diminum olehnya.
Dia mulai berfikir. “ Pluk dengan kamu seperti ini, itu membuat kita lebih
baik, sekarang kamu pikir, jika kamu di terima di kepolisian pastinya kamu
selalu sibuk dan tak ada waktu buat komunikasi denganku, peluang waktu untuk
bertemu denganku juga itu sangat sulit kan? Mungkin ini takdir Allah yang
membuat kita agar selalu bersama. Dengan kamu di terima di UNAIR kamu masih
bisa komunikasi denganku dengan mudah. Wong tadi saja kamu terlihat takut
banget saat kamu ingin tinggalkan aku untuk kuliah di UNAIR apa lagi kalau kamu
di terima di kepolisian pastinya kamu akan galau tingkat tinggi bukan?” Sambil
ku coba membuat dia tersenyum. Dia tersipu malu sambil mencubit pipiku dengan
raut wajah gemas. Dan akhirnya kita pun tertawa.
“Heemmbzz
Andai saja jarak itu tidak ada. Pasti tawa dan sedih membaur dalam bahagia,
tanpa ada rekayasa.” Katanya kepadaku. Aku pun menjawab ”Kenapa
kamu begitu membenci jarak? Tidakkah kamu merasa senang bahwa dengan adanya jarak,
bisa membuat hubungam lebih baik. Sehingga sekarang kita masih tetap saling
merindu.
“ Baik?
“
“ Siapa yang kamu bilang baik? Jarak? “
“Kamu benar, tahukah kamu bahwa rindu ini selalu membuatku sendu bila teringat pada keseluruhan akan dirimu? Cipluk, kita tak lagi perlu membicarakan jarak. Percayalah bahwa kamu dan aku tidak benar - benar berjarak. Jangan selalu menganggap jarak adalah sesuatu yang sulit untuk kita lalui. Kamu selalu di sini, menjadi satu denganku, tidak berjarak. Dan tidak akan pernah terpisah oleh apa pun. Selamanya,.....”
“ Siapa yang kamu bilang baik? Jarak? “
“Kamu benar, tahukah kamu bahwa rindu ini selalu membuatku sendu bila teringat pada keseluruhan akan dirimu? Cipluk, kita tak lagi perlu membicarakan jarak. Percayalah bahwa kamu dan aku tidak benar - benar berjarak. Jangan selalu menganggap jarak adalah sesuatu yang sulit untuk kita lalui. Kamu selalu di sini, menjadi satu denganku, tidak berjarak. Dan tidak akan pernah terpisah oleh apa pun. Selamanya,.....”
Akhirya waktu pun telah menjawab semuanya, dengan kita menjalin
hubungan secara Long Distance Relationship, hubungan kita semakin harmonis dan
selau di landa rasa kerinduan yang paling mendalam. Selain itu kita selalu
berpegang teguh denagn janji kita masing-masing, yaitu kunci utama dalam kesetian
adalah kepercayaan. Sesungguhnya di usia kita saat ini menjalin hubungan yang
spesial sebaiknya jaranglah untuk bertemu, karena pada usia seperti ini masih
belum mengerti apa arti cinta yang sesungguhnya. Sudah 3 tahun sudah kita menempuh
hidup bersama, Semoga saja kelak kita dapat menumpuh hidup yang sesungguhnya
secara bersama dan bahagia.
No comments:
Post a Comment