Saturday 28 September 2013

Jarak dan Waktu


Oleh: Fitri Nur Hidayati
Setelah sepanjang tahun menempuh perjuangan, disertai usaha keras dan doa demi keberhasilan tahap akhir masa SMA, Fatih akhirnya dapat lulus dalam Ujian Akhir Nasional dengan nilai yang cukup memuaskan. Tapi itu belum cukup untuk membuatnya tenang. Masih ada dua ujian lagi yang masih membuatnya harap-harap cemas. Di satu sisi, menunggu hasil SNMPTN yang ia ikuti membuatnya senantiasa spot jantung, mengingat persaingan di fakultas kedokteran tidaklah main-main. Di sisi lain, ambisinya untuk menjadi polisi pun sangat tinggi karena itu cita-citanya sejak kecil. Apalagi keinginan masa kecil itu kurang disetujui kedua orang tuanya.
 Kesibukan dan konsentrasi dalam menghadapi ketiga ujian itu membuatnya menahan diri untuk beberapa bulan tak berkunjung ke rumahku. Selama dia tidak muncul di hadapanku, memang terasa ada yang hilang. Tugas-tugas sekolah akhir semester yang berjibun semakin membuat pikiranku bagaikan benang kusut. Agaknya Tuhan menunjukkan belas kasih-Nya kepadaku. Di tengah kekusutan hatiku, tiba-tiba Fatih dengan senyum menawannya muncul di hadapanku bertepatan dengan terangnya sang bulan pada malam Minggu.  
***
“ Dalam hidup, kita ditakdirkan untuk menghadapi begitu banyak persoalan dalam kehidupan. Salah satunya adalah perpisahan. Aku dan kamu tidak bisa mengelak atas adanya perpisahan. Tentu aku boleh marah sesuka hatiku, bukan? Tetapi aku pun akan selalu ingat sekarang, bahwa saat ini bukanlah lagi saatnya untuk memilih atau dipilih, Cipluk.” Sebutan sayangku padanya. ” Mengertilah, perpisahan ini adalah suatu keharusan, dan salah satu dari bagian konsekuensi kehidupan.” Itulah di antara kata-kata yang dia lontarkan setelah menyampaikan bahwa keberhasilannya lolos SNMPTN. Itu berarti dia bakal tinggal di Surabaya dan meninggalkan kota Mojosari.
Tiba-tiba dia menatapku dengan penuh pertanyaan. Tatapan wajahnya langsung terlihat sedih dan kecewa. Aku menangkap sekejap kesedihan di mata itu. Sebuah rasa yang sebenarnya juga sama dengan apa yang aku rasakan dalam hatiku. Aku berusaha membuang muka, tidak menatap ke matanya yang saat itu memancarkan kepedihan. Tapi tebak apa yang kulakukan? Aku malah menjauhkan tatapan itu dari mukaku dan berkata “ Kenapa kau seperti itu ? bukan kah ini jalan yang terbaik bagi kita?.” Dia menjawab “kenapa kamu sama sekali tidak merasa keberatan atau pun sedih di saat aku mau meninggalkanmu, apa kamu sudah tidak sayang sama aku? Apa kau malah senang jika aku tinggalkanmu?” Dengan nada yang tinggi dia lontarkan kata-kata itu untukku.
Tanpa berpikir panjang akupun langsung merespon apa yang telah dia katakan padaku “Bukan seperti itu maksudku cipluk, aku mencintaimu, aku sayang sama kamu, bahkan aku juga tidak mau pisah denganmu. Tapi ini memang keharusan yang harus kita jalani dan kita tempuh. Jika kau tak melakukan ini bagaimana masa depan kamu dan aku nanti? jika kau tidak tinggalkan aku dan hanya diam di sini menemaniku malah tidak menjadi lebih baik, justru malah membuat kita menjadi lebih buruk.” Setelah aku berkata seperti itu kelihatannya dia mulai sadar bahwa ini memang jalan terbaik untuk kita. Ia tak mampu mengungkapkan kata-kata lagi saat itu.
“Aku tahu, yang kita rasa itu sama, kita sama-sama tidak ingin terpisah. Iya bukan?” Dia hanya terdiam dengan raut wajah takut akan aku tinggalkan. “aku takut prut, aku takut.” Akupun menjawab “kenapa kau harus takut, kau tidak berbuat kesalahan, seharusnya kamu bangga dong sudah bisa menembus Perguruan Tinggi Negeri dengan melaui jalur undangan. Banyak anak yang dilaur sana yamg ingin mempunyai nasib sepertimu.  Apa kamu kurang bersyukur atas pemberian Allah melaui jalan ini? Hidup di dunia ini tak selamanya berjalan lurus seperti yang kamu bayangkan, mungkin dengan kamu tidak di terima di Kepolisian kamu bisa menemukan sesuatu yang lebih baik dari pada kamu di terima jadi polisi. Ambil saja hikmah semua ini pluk.” Aku yang selalu berusha mengeluarkan kata tutur kepadanya.
Tak lama kemudian dia menatap ke bawah dan mengambil sebuah aqua gelas kecil yang ada di depannya dan mulai diminum olehnya. Dia mulai berfikir. “ Pluk dengan kamu seperti ini, itu membuat kita lebih baik, sekarang kamu pikir, jika kamu di terima di kepolisian pastinya kamu selalu sibuk dan tak ada waktu buat komunikasi denganku, peluang waktu untuk bertemu denganku juga itu sangat sulit kan? Mungkin ini takdir Allah yang membuat kita agar selalu bersama. Dengan kamu di terima di UNAIR kamu masih bisa komunikasi denganku dengan mudah. Wong tadi saja kamu terlihat takut banget saat kamu ingin tinggalkan aku untuk kuliah di UNAIR apa lagi kalau kamu di terima di kepolisian pastinya kamu akan galau tingkat tinggi bukan?” Sambil ku coba membuat dia tersenyum. Dia tersipu malu sambil mencubit pipiku dengan raut wajah gemas. Dan akhirnya kita pun tertawa.
“Heemmbzz Andai saja jarak itu tidak ada. Pasti tawa dan sedih membaur dalam bahagia, tanpa ada rekayasa.” Katanya kepadaku. Aku pun menjawab ”Kenapa kamu begitu membenci jarak? Tidakkah kamu merasa senang bahwa dengan adanya jarak, bisa membuat hubungam lebih baik. Sehingga sekarang kita masih tetap saling merindu.
“ Baik? “
“ Siapa yang kamu bilang baik? Jarak? “
“Kamu benar, tahukah kamu bahwa rindu ini selalu membuatku sendu bila teringat pada keseluruhan akan dirimu? Cipluk, kita tak lagi perlu membicarakan jarak. Percayalah  bahwa  kamu  dan  aku  tidak  benar - benar  berjarak. Jangan selalu menganggap jarak adalah sesuatu yang sulit untuk kita lalui. Kamu selalu di sini, menjadi satu denganku, tidak berjarak. Dan tidak akan pernah terpisah oleh apa pun. Selamanya,.....”
     Akhirya waktu pun telah menjawab semuanya, dengan kita menjalin hubungan secara Long Distance Relationship, hubungan kita semakin harmonis dan selau di landa rasa kerinduan yang paling mendalam. Selain itu kita selalu berpegang teguh denagn janji kita masing-masing, yaitu kunci utama dalam kesetian adalah kepercayaan. Sesungguhnya di usia kita saat ini menjalin hubungan yang spesial sebaiknya jaranglah untuk bertemu, karena pada usia seperti ini masih belum mengerti apa arti cinta yang sesungguhnya. Sudah 3 tahun sudah kita menempuh hidup bersama, Semoga saja kelak kita dapat menumpuh hidup yang sesungguhnya secara bersama dan bahagia.



No comments:

Post a Comment